Kamis, 24 September 2020

MATPEL DPTM KELAS X KD 3 5 DAN 4 5 (BAGIAN 2)

 PERLAKUAN PANAS DAN TEKNIK PENGUJIAN PADA LOGAM


c. Uji Impact

     Uji impact dilakukan untuk menentukan kekuatan material sebagai sebuah metode uji impak digunakan dalam dunia industri, khususnya uji impact charpy dan uji impact izod. Dasar pengujian ini adalah penyerapan energi potensial dari pendulum beban yang mengayun dari suatu ketinggian tertentu dan menumbuk material uji sehingga terjadi deformasi.

Gambar 1.1 Uji impact



d. Pengujian Lengkung (Bendung Test)

    Uji lengkung bending test merupakan salah satu bentuk pengujian untuk menentukan mutu suatu material secara visual. Selain itu, uji bending digunakan untuk mengukur kekuatan material akibat pembebanan dan kekenyalan hasil sambungan las yang baik. Dalam pemberian beban dan penentuan dimensi mandrel ada beberapa faktor yang harus diperhatikan, yaitu:

1) Kekuatan tarik ( tensile strength).

2) Komposisi kimia dan struktur mikro terutama kandungan Mn dan C.

3) Tegangan luluh (yield).


       Berdasarkan posisi pengambilan spesimen uji bending dibedakan menjadi dua, yaitu:

1) Transversal Bending

      Pada transversal bending ini pengambilan spesimen tegak lurus dengan arah pengelasan.

2) Longitudinal Bending

     Pada longitudinal bending ini, pengambilan spesimen searah dengan arah pengelasan

      Untuk dapat lulus dari uji bending, maka hasil pengujian harus memenuhi kriteria sebagai berikut:

1) Keretakan maksimal 3 mm diukur dari segala arah pada permukaan.

2) Keretakan maksimal 10 mm dari jumlah semua keretakan terbesar antara 1 mm - 3 mm.

3) Keretakan sudut maksimal 6 mm kecuali keretakan berasal dari beberapa jenis retak, maka keretakan maksimal 3 mm.

Gambar 1.2 Pengujian Lengkung


       Sedangkan untuk pengujian yang tidak merusak logam sebagai berikut:

a. Metode Liquid Penetrant

       Metode liquid penetrant test merupakan metode yang digunakan untuk menemukan cacat di permukaan terbuka dari komponen solid, baik logam maupun non logam, seperti keramik dan plastik fiber. Melalui metode ini cacat pada material akan terlihat lebih jelas. Caranya dengan memberikan cairan berwarna terang pada permukaan yang diinfeksi. Cairan ini harus memiliki daya penetrasi yang baik dan viskositas yang rendah supaya dapat masuk pada cacat di permukaan material. Selanjutnya, penetrant yang tersisa di permukaan material disingkirkan. Cacat akan tampak jelas jika perbedaan warna penetrant dengan latar belakang cukup kontras. Seusai inspeksi, penetrant yang tertinggal dibersihkan dengan penerapan developer.

Gambar 1.3 Metode Liquid penetrant



b. Metode dengan Particle Magnet

Gambar 1.4 Metode dengan Particle Magnet

      Dengan menggunakan metode ini, cacat permukaan (surface) dan bawah permukaan (subsurface) suatu komponen dari bahan feromagnetik dapat diketahui. Prinsipnya dengan memagnetisasi bahan yang akan diuji. Adanya cacat yang tegak lurus arah medan magnet akan menyebabkan kebocoran medan magnet. Kebocoran medan magnet ini mengindikasikan adanya cacat pada material. Carayang digunakan untuk mendeteksi adanya kebocoran medan magnet adalah dengan menaburkan partikel magnetik di permukaan. Partikel-partikel tersebut akan berkumpul pada daerah kebocoran medan magnet. kelemahannya, metode ini hanya bisa diterapkan untuk material feromagnetik. Selain itu, medan magnet yang dibangkitkan harus tegak lurus atau memotong daerah retak serta diperlukan demagnetisasi di akhir inspeksi.



c. Metode dengan Arus Eddy

       Inspeksi ini memanfaatkan prinsip elektromagnet. prinsipnya, arus listrik dialirkan pada kumparan untuk membangkitkan medan magnet di dalamnya. Jika medan magnet ini dikenakan pada benda logam yang akan diinfeksi, maka akan terbangkit arus Eddy. Arus Eddy kemudian menginduksi adanya medan magnet. Medan magnet pada benda akan berinteraksi dengan medan magnet pada kumparan dan mengubah impedansi bila ada cacat.


Gambar 1.5 Metode dengan Arus Eddy


      Keterbatasan dari metode ini, yaitu hanya dapat diterapkan pada permukaan yang dapat dijangkau. Selain itu, metode ini juga hanya diterapkan pada bahan logam saja.



d. Pengujian Penyinaran

       Dengan mempergunakan sinar-x, sinar gamma dan sinar netron yang memiliki daya tembus besar melalui benda memungkinkan untuk mengetahui adanya cacat dari bayangan pada film yang ditempatkan dibelakang benda. Hal tersebut menunjukkan variasi intensitas karena perbedaan absorpsi sinar oleh rongga dan kepadatan di dalam benda, kelemahannya mahal, dan membutuhkan seorang yang profesional untuk menciptakan alat tersebut.

Gambar 1.6 Pengujian Penyinaran



e. Pengujian Ultrasonic

       Prinsip yang digunakan adalah prinsip gelombang suara. Gelombang suara yang dirambatkan pada spesimen uji dan sinyal yang ditransmisikan atau dipantulkan diamati dan diinterpretasikan. Gelombang ultrasonik yang digunakan melalui frekuensi 0,5 kurang lebih 20 MHz. Gelombang suara akan terpengaruh jika ada void, retak, atau delaminasi pada material. Gelombang ultrasonic ini dibangkitkan oleh tranduser dari bahan piezoelektri yang dapat mengubah energi listrik menjadi energi getaran mekanik kemudian menjadi energi listrik lagi.

Gambar 1.7 Pengujian Ultrasonic



f. Pengujian Radiographic

       Metode NDT ini dapat menemukan cacat pada material dengan menggunakan sinar X dan sinar gamma. Prinsipnya, sinar-x dipancarkan menembus material yang diperiksa. Saat menembus objek sebagian sinar akan diserap sehingga intensitasnya berkurang. Intensitas akhir kemudian direkam pada film yang sensitif. Jika ada cacat material, maka intensitas yang terekam pada film tentu akan bervariasi. Hasil rekaman pada film inilah yang akan memperlihatkan bagian material yang mengalami cacat.

Gambar 1.8 Pengujian Radiographic





       




MATPEL DPTM KELAS X KD 3.5 DAN 4.5 (BAGIAN 1)

 Kompetensi Dasar

3.5 Menerapkan Teknik Pengujian Logam ( ferrous dan non-ferrous)

4.5 Melakukan Pengujian Logam ( ferrous dan non-ferrous)


Materi :

PERLAKUAN PANAS DAN TEKNIK PENGUJIAN PADA LOGAM



B. TEKNIK PENGUJIAN LOGAM (FERROUS DAN NON-FERROUS)

    Pengujian logam dilakukan untuk pemeriksaan bahan-bahan supaya diketahui sifat dan karakteristiknya yang meliputi sifat mekanik, sifat fisik, dan bentuk struktur.

1. Jenis Pengujian Logam

    Pengujian bahan adalah pengujian suatu material untuk mengetahui sifat mekanik, cacat suatu material dan lain-lain. Dalam pengujian bahan ini ada 2 macam jika ditinjau berdasarkan sifat dari pengujian tersebut, yaitu: 

a. Pengujian dengan Merusak ( Destructive Test)

    Pengujian dengan merusak adalah pengujian suatu bahan tetapi hasil akhir bahan tersebut akan cacat/rusak.  Pengujian dengan merusak dilakukan dengan cara merusak benda uji melalui pembebanan atau penekanan sampai benda uji tersebut rusak. Dari pengujian ini akan diperoleh informasi tentang kekuatan dan sifat mekanik bahan.

b. Pengujian Tanpa Merusak ( Non Destructive Test)

    Dengan melaksanakan berbagai pengujian termasuk pengujian tak merusak. Dalam proses produksi dari bahan industri, kemungkinan ada cacat bahan sangat kecil, tidak mungkin mempunyai bahan yang bebas dari cacat. Oleh karena itu, telah dikembangkan cara pengujian telah rusak untuk produksi akhir dilakukan untuk menjamin kualitas juga jaminan tidak adanya cacat yang membahayakan penggunaan. Jadi, pengujian ini tidak merusak bahan.



2. Teknik Pengujian Logam

  Untuk mengetahui sifat-sifat mekanik dari suatu material, maka yang harus dilakukan adalah melakukan pengujian terhadap material tersebut. Ada beberapa uji mekanik yang bisa dilakukan untuk mengetahui sifat-sifat material, antara lain uji tarik ( tensile test), uji tekan (compression test),  uji torsi /puntir (torsion test), uji fatigue dan lain-lain.

a. Uji Tarik

    Uji tarik mungkin dapat dikatakan pengujian yang paling mendasar. Pengujian ini sangat sederhana, tidak mahal dan telah mengalami standarisasi di seluruh dunia, baik dari metode pengujian, bentuk spesimen yang diuji, dan metode perhitungan dari hasil pengujian tersebut. Pada uji tarik, benda uji diberi beban gaya tarik yang bertambah secara kontinu, bersamaan dengan itu dilakukan pengamatan terhadap perpanjangan yang dialami benda uji.  Dengan menarik suatu material secara perlahan-lahan, kita akan mengetahui reaksi dari material tersebut terhadap pembebanan yang diberikan dan seberapa panjang material tersebut bertahan sampai akhirnya putus.

Gambar 2.1 Skema pengujian tarik dari awal pembebanan


Gambar 2.2 Proses uji tarik


Gambar 2.3 Mesin uji tarik


Gambar 2.4 Kurva tegangan - regangan hasil uji tarik


Gambar 2.5 Kurva tegangan - regangan hasil uji tarik berdasarkan proses deformasi logam


Gambar 2.6 Spesimen benda uji tarik



b. Uji Kekerasan

     Pengujian kekerasan adalah pengujian suatu material dengan mengukur ketahanan suatu material terhadap deformasi plastis. Nilai kekerasan adalah ketahanan suatu material terhadap penetrasi. 

Pengujian kekerasan dibagi menjadi tiga cara yaitu:


1) Pengujian Kekerasan dengan Cara Penekanan

     Pengujian ini merupakan pengujian  terhadap bahan  (logam) di mana dalam menentukan kekerasannya dilakukan dengan menganalisis identasi pada benda uji sebagai reaksi perubahan tekan. Pengujian ini sendiri dibagi menjadi tiga metode sesuai dengan indentor yang digunakannya. Jenis-jenis pengujiannya adalah:

a) Metode Brinnel

       Pengujian kekerasan dengan Metode Brinell bertujuan untuk menentukan kekerasan suatu material dalam bentuk daya tahan material terhadap bola baja yang ditekankan pada permukaan material uji.

Gambar 2.7 Proses pengujian kekerasan Brinnel


Gambar 2.8 Mesin uji kekerasan Brinnel


b) Metode Vickers

       Pengujian kekerasan dengan metode vickers bertujuan untuk menentukan kekerasan suatu material dalam, yaitu daya tahan material terhadap indentor intan yang cukup kecil dan mempunyai bentuk geometri berbentuk piramid.

Gambar 2.9 Mesin uji kekerasan Vickers


Gambar 2.10 Proses pengujian kekerasan Vickers



c) Metode Rockwell

    Pengujian kekerasan dengan Metode Rockwell bertujuan untuk menentukan kekerasan suatu material dalam bentuk daya tahan material terhadap identitas berupa kerucut intan dan bola yang ditekankan pada permukaan material uji.

Gambar 2.11 Proses uji kekerasan Rockwell



2) Pengujian Kekerasan dengan Cara Goresan

    pengujian ini merupakan pengujian kekerasan terhadap benda (logam) dimana menentukan kekerasannya dengan mencari kesebandingan bahan yang dijadikan standar.

Gambar 2.12 Skala kekerasan Mohs


Gambar 2.13 Bentuk mineral Skala Mohs



3) Pengujian Kekerasan dengan Cara Dinamik

     Pengujian ini merupakan pengujian kekerasan yang dilakukan dengan cara mengukur tinggi pantulan dari bola baja atau hammer intan yang dijatuhkan dari ketinggian tertentu. Skeleroskop shore (Shore Scleroscope) merupakan contoh paling umum dari suatu alat uji kekerasan dinamik.

Gambar 2.14 Uji Kekerasan dengan Cara Dinamik



Gambar 2.15 Mesin Uji Kekerasan dengan Cara Dinamik ( Shore Scleroscope)


INFO

Pengujian Kekerasan Bahan dengan Metode Brinell

1. Keuntungan:

a. Dapat digunakan untuk menguji material yang tidak homogen.

b. Permukaan benda uji tidak perlu sehalus mungkin.

c. Ukuran jejak relatif besar.


2. Kekurangan;

a. Perlu ketelitian untuk mengukur jejak.

b. Proses pengujian lama.

c. Tidak dapat menguji bahan yang tipis.


Sumber: http://pusat-lingkaran.blogspot.com







Selasa, 08 September 2020

MATPEL DPTM KELAS X KD 3.4 DAN 4.4

 Kompetensi Dasar

3.4 Memahami persyaratan perlakuan panas logam

4.4 Mengidentifikasi perlakuan panas logam


Materi

PERLAKUAN PANAS DAN TEKNIK PENGUJIAN PADA LOGAM


A. Perlakuan Panas pada Logam

      Perlakuan panas (heat treatment) adalah proses kombinasi antara pemanasan atau pendinginan dari suatu logam atau paduannya dalam keadaan padat untuk mendapatkan sifat-sifat tertentu. Untuk mendapatkan hal ini maka kecepatan pendinginan dan batas temperatur sangat menentukan.

1. Prinsip Proses Perlakuan Panas

       Berikut prinsip proses perlakuan panas, yaitu : 

a. Laju pemanasan, di mana material dipanaskan sampai temperatur austenit. Adapun syarat-syarat pemanasan, yaitu:

      1) Pemanasan yang dilakukan tidak mengubah bentuk komponen (tetap dalam keadaan solid).

      2) pemanasan telah sampai pada fase yang bertemperatur tinggi karena butir akan menjadi kasar.

       Berdasarkan kandungan karbon, temperatur austenisasi dibagi atas:

1) Untuk baja hypoeutectoid : 

T = A3 kurang lebih 50-100 derajat Celsius.

2) baja hypereutectoid :

 T= A1 kurang lebih 50-100 derajat Celsius


b. Penahan waktu (holding time), dimana setelah material mencapai temperatur austenit kemudian dilakukan penahanan waktu pada temperatur tertentu untuk menyeragamkan struktur mikro.

c) Laju pendinginan, dimana media pendinginan yang digunakan, yaitu oli, air, tungku, dan udara terbuka.

       Proses perlakuan panas yang diterapkan pada baja perkakas ada dua kategori yaitu:

a. Softening (Pelunakan)

       Usaha untuk menurunkan sifat mekanik agar menjadi lunak dengan cara mendinginkan material yang sudah dipanaskan di dalam tungku (annealing) atau mendinginkan dalam udara terbuka ( normalizing).

b) Hardening (Pengerasan)

       Usaha untuk meningkatkan sifat material terutama kekerasan dengan cara celup cepat (quenching) material yang sudah dipanaskan ke dalam suatu media "quenching" berupa air, air garam, maupun oli.


2. Jenis-Jenis Perlakuan Logam

       Berikut merupakan beberapa jenis dari perlakuan panas logam, yaitu:

a. Hardening

       Perlakuan panas bertujuan untuk memperoleh kekerasan maksimum pada logam baja. Baja tersebut dipanaskan kemudian didinginkan tepat di dalam air atau tergantung pada komposit kimia, bentuk, dan dimensinya. Kecepatan pendingin harus sesuai supaya terjadi transformasi yang sempurna pada austenit menjadi martensit. Maksimum yang dicapai tergantung kadar karbon. Semakin tinggi kadar karbon semakin tinggi kekerasan maksimum yang didapat.


b. Tempering 

       Tempering adalah pemanasan logam sampai di bawah suhu kritis yang dilakukan setelah proses pengerasan pembentukan dingin dan pengelasan, kemudian didinginkan dengan suhu yang memadai guna memperbaiki sifat yang dikehendaki. Perlakuan panas tempering bertujuan untuk mengurangi tegangan sisa, meningkatkan ketangguhan dan keuletan baja yang telah mengalami pengerasan martensit. Selama proses tempering, baja akan mengalami penurunan kekerasan dan kekuatan. Namun, sifat keuletan akan naik yang diikuti dengan penurunan kerapuhan. Tegangan sisa yang terbentuk selama pembentukan fasa martensit ikut berkurang. Pengurangan tegangan sisa menjadi sangat penting dalam penurunan kerapuhan baja.


c. Annealing

       Merupakan perlakuan panas yang digunakan untuk meningkatkan keuletan, menghilangkan tegangan dalam, menghaluskan ukuran butir, dan meningkatkan sifat mampu mesin. Tahapan dari proses annealing ini dimulai dengan memanaskan logam paduan sampai temperatur tertentu, menahan pada temperatur tertentu tadi selama beberapa waktu tertentu agar mencapai perubahan yang diinginkan, lalu mendinginkan logam atau paduan tadi dengan laju pendinginan yang cukup lambat.


d. Normalizing

      Perlakuan panas yang dilakukan dan digunakan untuk menghaluskan struktur bahan butiran yang mengalami pemanasan berlebihan (overheated). Menghilangkan tegangan dalam, meningkatkan pemesinan, dan memperbaiki sifat mekanik material. Prosesnya dengan pemanasan 30 derajat sampai 50 derajat Celsius dan didinginkan pada udara sampai temperatur ruang.


e. Perlakuan Panas Kimiawi

1) Carburizing

       Suatu proses penjenuhan lapisan permukaan baja dengan karbon baja yang diikuti dengan hardening akan mendapatkan kekerasan permukaan yang sangat tinggi, sedangkan bagian tengahnya tetap lunak.

2) Nitriding

       Proses ini merupakan proses penjenuhan permukaan baja dengan nitrogen, yaitu dengan cara melakukan holding dalam waktu yang relatif lama pada temperatur 480-650 derajat Celcius dalam lingkungan amonia (NH3).


f. Perlakuan Panas Permukaan yang Lain

1) Flame Hardening

       Prosesnya dengan pemanasan tepat permukaan baja di atas temperatur kritisnya dengan menggunakan gas oksigetilen, selanjutnya diikuti dengan pendinginan.

2) Electrolit Bath Hardening

      Pemanasan yang dilakukan dalam suatu larutan elektrolit yang biasanya digunakan adalah 5%-10% Sodium Karbonat yang digunakan arus DC , pada tegangan tinggi 200-220 V. Prosesnya yaitu pada baja dipakai sebagai katoda, sehingga terbentuk gelembung-gelembung hidrogen tipis. Konduktivitas dari gelembung hidrogen rendah, sehingga arus meningkat cepat pada katoda. Akibatnya katoda mengalami pemanasan pada temperatur yang sangat tinggi (2000 derajat Celcius). Logam yang akan dikeraskan tersebut dicelupkan dalam elektrolit sedalam bagian yang akan dikeraskan. Setelah dipanaskan oleh listrik diputus dan elektrolit digunakan sebagai media quenching.

3) Induction Surface Hardening

     Pemanasan yang dilakukan dengan menggunakan arus listrik frekuensi tinggi. Logam yang berbentuk silindris diletakkan pada indikator ini. Jadi, pemanasan permukaan dipengaruhi oleh frekuensi dan waktu pemanasan. Pendinginan dilakukan dengan penyemprotan air setelah pemanasan selesai.









Selasa, 01 September 2020

MATPEL DPTM KELAS X KD 3.3 DAN 4.3

 Kompetensi dasar

3.3 Memahami prinsip pengolahan bahan non logam

4.3 Mengidentifikasi pengolahan bahan non logam


Materi

DASAR TEKNIK


  2. Bahan non Logam

    Adanya bahan non logam digunakan untuk pengganti bahan logam yang tidak tersedia titik berikut kaitannya dengan bahan non logam.

a. Keramik

       Keramik sebagai bahan teknik tidak hanya meliputi bahan-bahan yang terbuat dari tanah liat atau sebangsanya. Keramik sebagai bahan teknik terdiri dari berbagai fase yang masing-masing merupakan senyawa dari logam dan nonlogam. Kebanyakan keramik adalah kristalin sebagaimana halnya logam. Hanya saja ikatan antar atom pada keramik biasanya adalah ikatan kovalen atau ikatan ionik dan karenanya keramik biasanya sangat stabil.

      Beberapa keramik yang mempunyai arti penting sebagai bahan teknik, antara lain:

1) Refractory Batu Tahan Api

      Batu tahan api merupakan bahan yang sangat diperlukan bagi industri-industri yang bekerja menggunakan temperatur tinggi. Batu tahan api mempunyai sifat tahan terhadap temperatur tinggi, tetap stabil/tidak berubah walaupun pada temperatur tinggi, mempunyai konduktivitas panas yang rendah (menghambat perambatan panas), kuat keras tetapi getas. Dari sifat kimianya, batu tahan api dapat dibagi menjadi:

a)  Batu tahan api asam (acid refractories), biasanya terdiri terbuat dari quartz. Kuarsit mengandung banyak silika (SiO2). Titik pinggir-pinggir lebur bata tahan api jenis ini antara 1690 derajat Celcius sampai 1730 derajat Celsius dan mulai melunak pada 1550 derajat Celcius. Digunakan biasanya pada converter Bessemer dan dapur lain yang menggunakan acid lining.

b) Batu tahan api basa (basic  refractories), banyak mengandung magnesia(MGO) Dibuat dari dolomite atau magnesium. Batu tahan api dolomit dapat tahan 1800-1900  derajat Celcius, batu tahan api magnesit dapat tahan sampai 2000 derajat Celcius.

c) batu tahan api netral(neutral refractories) banyak mengandung alumina (Al2O3) dan silika (SiO2) terbuat dari kaolinit, dapat tahan suhu 1600 sampai 1670 derajat Celsius.

    Selain itu, batu tahan api juga sering dinamakan menurut kandungan senyawa yang paling dominan, misalnya ada batu tahan api silika, alumina, magnesit, dan chromit


2) Gelas (Kaca)

     Kaca banyak dipakai karena sifat-sifatnya yang transparan, non-toxic, inert (tidak bereaksi dengan berbagai bahan kimia), tidak mengakibatkan kontaminasi dan cukup kuat/keras. Kaca dibuat dari campuran berbagai oksida. Pada umumnya kaca adalah non kristalin/amorph, atom/molekulnya tidak tersusun menurut suatu pola tertentu seperti halnya logam, tetapi berupa suatu network tiga dimensi yang acak. Sebagian dari oksida itu berfungsi sebagai glass former yaitu yang membentuk network dari kaca. Sebagian berfungsi sebagai modifier biasanya akan memperlemah ikatan pada network sehingga menurunkan titik leburnya. Ada juga yang berfungsi sebagai intermediates.

     Sebagai gelas former biasanya adalah SiO2, di samping itu ada juga beberapa oksida lain yang dapat dipakai, misalnya P2O5, B2O3, As2O3, Sb2 dan GeO2.

3) Abrasives

       Abrasive adalah bahan yang digunakan untuk menghaluskan permukaan bahan lain dengan cara menggosokkan bahan abrasive ke permukaan yang akan dihaluskan, sehingga terjadi pengikisan. Bahan abrasive digunakan untuk membuat gerinda, kertas gosok atau serbuk/pasta polishing.

       Bahan abrasives terbuat dari berbagai oksida dan karbida yang sangat keras, sehingga alumina, silica, silicon carbide, tungsten carbide dan lain-lain. Bahan-bahan ini dibuat menjadi bentuk "pasir" atau serbuk dengan berbagai ukuran, kemudian dengan menggunakan sedikit bahan perekat dibentuk menjadi batu gerinda atau dilapiskan pada kertas menjadi kertas gosok, dicampurkan pada pasta atau dibiarkan berupa serbuk. Bahan-bahan tersebut juga dapat dibentuk dengan cara sintering dibuat menjadi pahat potong seperti halnya carbide tips.

4) Cement (Semen)

       Semen adalah semacam bahan perekat, berupa serbuk yang bila dicampurkan dengan air menjadi pasta dan setelah dibiarkan beberapa saat akan menjadi keras. Bahan yang dapat menjadikan keras ini memerlukan banyak air (hydraulic cement), misalnya Portland cement dan ada juga yang untuk menjadi keras tanpa memerlukan tambahan air biasanya kapur bubuk  (Ca(OH)2) dan gips (CaSO4). Kapur bubuk dibuat dengan memanggang (calcining) batu kapur (CaCO3) pada temperatur sekitar 1000 derajat Celsius sehingga berrdekomposisi menjadi CaO (gamping). Dengan menyiramkan air pada CaO ini akan diperoleh CaOH2 berupa serbuk. Pada saat pemakaiannya, bubuk kapur ini dicampur dengan pasir dan air menjadi pasta dan fakta ini akan mengeras karena terjadinya reaksi CO2 dari udara, terbentuk CaCO3 dan air.

       Semen yang banyak dipakai adalah Portland cement yang banyak digunakan untuk membuat beton dan perekat bahan bangunan. Portland cement dibuat dari batu kapur dan tanah liat yang kemudian dihaluskan lalu dibakar. Pembakaran didalam kilang putar  (rotary klin) ini menyebabkan bahan-bahan tadi berdifusi dan menjadi clinker yang keluar dari kilang berbentuk bola bola. Clinker ini dicampur dengan sejumlah gips lalu dihancurkan lagi menjadi serbuk yang halus.    


b. Plastik ( Polimer)

   Padanya dasarnya plastik meliputi sekelompok bahan yang mempunyai molekul besar yang terdiri dari gabungan molekul-molekul yang lebih kecil. Sebagian besar adalah senyawa organik terdiri dari karbon hidrogen, oksigen, dan nitrogen. Plastik mempunyai beberapa sifat yang khas yaitu:

    1) Ringan, berat jenis 1,2-1,6  logam(paling ringan MG = 1,75).

    2) Penyekat panas dan listrik yang baik.

    3) Surface finish yang baik dapat diperoleh langsung dari ciptakan.

    4) Dapat diperoleh dalam berbagai warna atau transparan.

    5) Kekuatan lebih rendah daripada logam, juga impact strength-nya.

    6) Tidak cocok digunakan pada temperatur yang tinggi.

    7) Stabilitas kurang baik, terutama pada kondisi basah.


c. Composite

          Composite Material dapat didefinisikan sebagai suatu kombinasi dari dua bahan atau lebih yang sifatnya sangat berbeda dengan sifat masing-masing bahan asalnya. Dengan mengkombinasikan bahan-bahan tertentu, maka dapat diperoleh suatu bahan lain dengan sifat yang lebih baik dari masing-masing bahan asal karena dari masing-masing bahan diambil sifat baiknya. Kombinasi tersebut harus sedemikian rupa, sehingga akan saling menghilangkan sifat buruk dari bahan asalnya yang baik.

      ada beberapa Composite Material yang dapat terjadi secara alamiah, misalnya saja kayu yang terdiri dari serat selulose yang berada dalam matriks lignin. Juga pada berbagai paduan logam, seperti lamel-lamel ferrite dan cementit (pearlit), paduan aluminium-tembaga dapat terjadi CuAl2 yang tersebar dalam matriks alpha. Composite materials dapat berupa kombinasi dari berbagai bahan logam dengan logam, logam dengan plastik,  keramik dengan logam dan keramik dengan plastik.